Warta Waska - Aksi bom bunuh diri di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah pada Senin
(3/6) lalu mencerminkan kegagalan aparat menyelesaikan persoalan
terorisme. Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tidak mampu
mengikis radikalisme di tengah masyarakat. Walhasil pelatihan-pelatihan
terorisme masih mendapat tempat dan minat masyarakat.
“Terorisme belum mampu dituntaskan. BNPT harus melakukan
deradikalisasi,” kata Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika di kompleks MPR/DPR, Senayan, Senin (3/6).Pasek menyatakan memberantas terorisme bukan kerja mudah. Teroris bisa muncul kapan saja dan dimana saja tanpa bisa diteksi aparat. Di sisi lain aparat antiteror seperti Densus 88 berdiri dalam posisi yang dilematis. Usaha represif Densus 88 mencegah terorisme kerap ditunding melanggar HAM.
“Kalau Densus bergerak cepat dan represif dianggap menyimpang,” ujarnya.
Sulitnya memberantas terorisme juga tidak lepas dari kemampuan para teroris beradaptasi dari pantauan polisi. Menurut Pasek saat ini para teroris menggunakan sistem komunikasi yang sulit dilacak dan disadap petugas kepolisian. “Mereka gunakan jalur komunikasi lain. Sulit dilacak,” katanya.
Serangan yang ditujukan para teroris ke Mapolres Solo mencerminkan kebencian para teroris terhadap kerja kepolisian. Menurut Pasek para teroris ingin membalas berbagai aksi pemberantasan terorisme yang dilakukan aparat kepolisian. “Risiko polisi menindak terosisme,” ujarnya.
Pasek menyatakan Komisi III DPR tengah mengagendakan pertmuan khusus dengan DPRD Poso terkait persoalan ini. “Kita mencoba mencari jalan keluar,” katanya.
Sebelumnya, Senin (3/6) sekitar pukul 08:00 WITA Mapolres Poso, Sulawesi Tengah menerima serangan bom bunuh diri dari seorang pria bersepeda motor. Tak ada polisi yang menjadi korban dalam persitiwa ini. Namun pelaku bom bunuh diri tewas di tempat kejadian.
Red: Hamzah
Sumber: republikaonline.co
0 komentar:
Posting Komentar