Ini adalah 10 tesis dasar dalam The Elements of Journalism, ditulis oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah untuk kebenaran.
2. Loyalitas pertama adalah untuk warga negara.
3. Esensinya adalah disiplin verifikasi.
4. Para praktisi harus menjaga independensi dari yang mereka cover.
5. Ini harus berfungsi sebagai pemantau independen dari kekuasaan.
6. Ini harus menyediakan forum publik untuk kritik dan kompromi.
7. Ia harus berusaha keras untuk membuat signifikan menarik dan relevan.
8. Ini harus menjaga berita komprehensif dan proporsional.
9. Praktisi memiliki kewajiban untuk melaksanakan hati nurani pribadi mereka.
10. Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab ketika datang ke berita.
> METODE JURNALISME
Jurnalisme adalah serangkaian teknik/metode dan serangkaian etik
dalam mengenali serta menyajikan fakta peristiwa kepada pembaca,
pendengan, dan pemirsa (www.jurnalistik.net).
Metode jurnalistik adalah seperangkat cara kerja yang menjadi
pegangan bagi seorang jurnalis. Menurut Farid Gaban, ada dua metode
jurnalistik:
1) Wawancara
Wawancara pada prinsipnya adalah bertanya, menanyakan sesuatu hal. Bertanya adalah senjata seorang jurnalis.
2) Reportase
Reportase adalah observasi atau meliput yang tak terkatakan (yang
TERLIHAT, yang BERBAU, yang TERASA). Reportase tidak sekedar menggali
informasi dari sumber wawancara, tetapi juga mencari fakta-fakta dengan
MEMANFAATKAN PANCA INDERA.
Etika Wawancara
1) Tidak boleh memaksakan narasumber. Narasumber memiliki hak menolak untuk diwawancarai.
2) Mempersiapkan kerangka pertanyaan.
3) Selama menjalankan wawancara atau reportase, sejauh informasi
yang didapat masih dirasa KURANG, maka disarankan untuk melakukan
RISET. RISET yang dimaksud BUKAN riset ilmiah, melainkan riset dokumen
mislalnya dengan menggali bahan-bahan dokumen, melacak orang, menggali
data statistik, dan riset kepustakaan (buku).
APA SAJA BEKAL KERJA JURNALIS?
Luwi Ishwara merinci ada 17 bekal yang harus dimiliki seorang jurnalis:
1) Naluri Berita –nose of news
2) Observasi
3) Keingintahuan
4) Mengenal berita
5) Menangani berita
6) Ungkapan yang jelas
7) Kepribadian yang luwes
8) Pendekatan yang sesuai
9) Kecepatan
10) Kecerdikan
11) Teguh pada janji
12) Daya ingat yang tajam
13) Buku catatan
14) Berkas catatan/refrensi
15) Kamus
16) Surat kabar/majalah/internet/tv/radio
17) Perbaikan demi kemajuan
Referensi:
Henshall, Peter, David Ingaram, Menjadi Jurnalis (Yogyakarta: LkiS, 2000).
Pepih Nugraha, Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman (Jakarta: Kompas, 2012).
> kontitusi kode etik wartawan (jurnalis)
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan
jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan
terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I
Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan
memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran,
nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
Pancasila taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap
independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN
Pasal 1
1. Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus
senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur
Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi
harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap
demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara
adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan
untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan
suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari
pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
Pasal 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana
mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan,
gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa,
menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan
yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi
terhadap jenis kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN
Pasal 2
Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolok ukur :
Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan
atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan berita yang
bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan
suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu
memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama,
Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia
menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras
dan antargolongan.
Pasal 3
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan,
memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan
sensasional.
PENAFSIRAN
Pasal 3
1. Yang dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat
secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan,
meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir
khalayak.
3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan
atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan,
sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti
dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap
serta langkah yang tepat.
4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau
tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan.
5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
7. Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan
untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan,
gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau merugikan
seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN
Pasal 4
1. Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk
materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak
menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di
layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di
media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau
pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan
ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini.
Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan
nama jelas penulisnya. Penyiaran karya jurnalistik rekaulang
dilengkapi dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa yang
ditampilkan.
PENAFSIRAN
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
1. Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan
berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan,
penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional.
2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan,
penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran
dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang
wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita
tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi,
kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
Pasal 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan
harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang.
Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan prinsip adil, jujur,
dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak
bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji
kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian
yang berimbang serta.
PENAFSIRAN
Pasal 7
Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan
sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan
tetap pengadilan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau
sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam
pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan
penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun
yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 8
Wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN
Pasal 8
Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak
memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik
wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun
boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini
juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan di bawah umur (di bawah 16
tahun).
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk
memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara
dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita,
kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
PENAFSIRAN
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata yang
baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, a
priori, dan sebagainya, terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan
terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan
kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita
peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan
khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting),
pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut
identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada
sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan
tugas kewartawanan kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat
setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf,
dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau
obyek berita.
PENAFSIRAN
Pasal 10
Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan
bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11
Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas
serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
PENAFSIRAN
Pasal 11
1. Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan
berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan
cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan
kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah
wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan
profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.
Pasal 12
Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN
Pasal 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa
menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk
melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin
diketahui. Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada
wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN
Pasal 13
1. Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas
permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya
sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya
disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan
kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini,
wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau
penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan
tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan
sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
PENAFSIRAN
Pasal 14
1. Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai
batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati.
2. Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat
disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita, tetapi
dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan
lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu
karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan
sendiri.
3. Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang
mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan
wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus
dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang
dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber
lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan
sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar
untuk menaatinya.
Pasal 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN
Pasal 16
Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.
Pasal 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi
dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan
Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap
wartawan dan atau medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode Etik
Jurnalistik ini.
PENAFSIRAN
Pasal 17
1. Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya
kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya
dan atau menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau
penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan
kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani
oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam
pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI
sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.
Selasa, 04 Juni 2013
Home » Lain - Lain » belajar menjadi jurnalis yg baik
belajar menjadi jurnalis yg baik
Diposting oleh Unknown
Label: Lain - Lain
0 komentar:
Posting Komentar